Sabtu, 06 April 2013

Kota Kreatif & Masyarakat Kreatif


Kota Kreatif & Masyarakat Kreatif
Oleh: Koko Wijayanto

            Dewasa ini tentu kita akrab dengan istilah “kreatif”. Dapat didefinisikan, menurut kamus besar bahasa Indonesia kreatif memiliki ialah daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; mengandung daya cipta. Sama dengan itu, kreatif juga sangat akrab dengan pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imajinasi.[1]

Seperti yang dapat diketahui bersama, kota Yogyakarta adalah salah satu kota yang dipandang kebanyakan orang sebagai kumpulan orang-orang kreatif. Hingga ada slogan atau julukan kota Yogyakarta ini sebagai pusat kota kreatif. Bersinggungan dengan itu, kota Yogyakarta―yang akrab di dengar dengan sebutan “Jogja”―telah terbukti memberi teladan. Dalam artian, telah banyak seniman, musisi, hingga sang inovasi dagang dalam mengapresiasikan kreasinya secara kreatif lahir atau telah dibesarkan di kota tempat Hamengkubuono X meminpin sebagai raja Ngayogyakarta―sekaligus menjabat sebagai gubernur D.I. Yogyakarta. Hal ini terbukti telah terwujud dari banyaknya karya mulai lukisan, musik, sastra hingga bentuk-bentuk kerajinan yang dibuat oleh masyarakat setempat.


Seiring dengan berjalannya waktu, kebiasaan kreatif ini pun muncul pada salah satu daerah di Jogja yang kini dikenal masyarakat luas dengan nama Kampoeng Cyber (baca: Kampung Cyber). Kampung ini terletak di Kelurahan Patehan RT 36, Yogyakarta. Warga setempat menamakan kampungnya menjadi Cyber Village RT 36 Taman.  Awal mula munculnya kampung ini bermula pada gagasan pemerintah terkait degan wacana program internet masuk desa. Bersinggungan dengan itu, warga secara bersama dalam kinerja gotong-royongnya mulai mengabdikan kampungnya menjadi salah satu sudut kota yang mengusung ide mencerdaskan masyarakat agar melek teknologi informasi.[2] Disamping sisi, hal ini berguna untuk siapa saja yang tinggal di kampung setempat. Adapun wujud kreatifitasnya ialah tak melulu bergantung dengan uluran tangan dari pemerintah dalam membangun suatu wilayah (baca: daerah).


Hingga kini, semangat kebersamaaan antar warga di RT 36, Taman, Yogyakarta ini pun masih bisa dirasakan oleh warga setempat maupun pengunjung yang dapat―juga―menikmati internet gratis yang ada di Cyber Village. Hingga kemudian, kampung ini pun menjadi salah satu target wisata bagi para wisatawan daerah hingga luar negeri. Untuk menjalin kesinambungan ini ketua RT 36 menerangkan:
"Kehidupan sosial di daerah kami identik dengan kebersamaan dan semangat bekerja sama. Desa kami dianggap sebagai desa dengan tingkat ekonomi rendah. Sehingga kami, pemuda setempat, dipanggil untuk meningkatkan pengetahuan penduduk lokal dengan mengajarkan mereka pentingnya teknologi informasi dalam hal menghubungkan jaringan internet dari rumah masing-masing kepada yang lain," (okezone, Rabu, 10 Maret 2010)
Terlebih, disudut sebuah pos kampling di kampung ini pun telah menjadi sasaran diadakannya fasilitas komputer PC dan laptop yang dapat dimanfaatkan secara umum untuk mengakses jaringan internet. Pun hal ini telah dijadikan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan dan perawatannya.

Meski Kampung Cyber ini belum berjalan satu dekade lamanya, agaknya dapat disadari bahwa Kampung Cyber adalah wujud kreatifitas masyarakat dalam hal mengembangkan desanya agar tidak tertinggal oleh berbagai informasi yang dapat muncul berbagai media terutama internet. Terkait dengan adanya internet di lingkungan kampung, warga pun secara otomatis merasa dituntut untuk bersama-sama mengembangkan wawasannya bersanding dengan teknologi informasi yang semakin berkembang. Baik kondisi global hingga berita up to date kini dapat diketahui secara mudah dengan hadirnya jaringan internet.

Hasil jerih payah masyarakat setempat pun terbayar oleh wujud kreatifitasnya. Hal ini berbuah hasil yang semakin dikukuhkan Heri (salah satu warga kampung cyber), dalam pemaparannya:
"Program ini membuat interaksi antara penduduk lokal melalui media internet meningkat. Ekonomi mereka juga naik, terutama dalam penjualan kerajinan secara online. Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan teknologi juga ditransfer cukup baik, sehingga kehidupan sosial sekitarnya tumbuh lebih subur," (Heri).
            Kini dapat disadari bahwa kreatifitas adalah salah satu pendobrak serius yang dapat memberikan efek positif dari sisi kemajuan teknologi informasi begitu pula menunjang ekonomi lokal untuk lebih kreatif. Tambah pula,
"Kedepan, kami akan lebih mengintegrasikan semua potensi yang ada di kampung ini baik bidang usaha, sosial, seni wisata," tegas ujar ketua RT.[3]
Menelisik lebih dalam menggunakan kacamata sosiologis dalam melihat realitas dilapangan, agaknya bisa meminjam sudut pandang Etnometodologi Harold Garfinkel dalam mempertajam kajian terkait ‘aspek-aspek realitas yang diterima begitu saja’[4]. Garfinkel menyatakan dalam bukunya:
Rasional ilmiah tak akan menjangkau stabilitas karakter yang ideal sekitarnya ia hanya dibentuk dari kerutinan sehari-hari. Setiap usaha untuk membuat karakteristik ini stabil atau memaksakan ketaatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari akan memperbesar karakter yang tidak berarti ini dari lingkungan perilaku seseorang, dan mengandalkan ciri-ciri yang rancu di dalam sistem interaksi (Garfinkel, 1967: 283).

            Lebih jelasnya, Garfinkel mencoba mempelajari dunia sosial yang juga menyagsikan dunia itu.[5] Sebagaimana yang akan dikaji lebih dalam Etnometodologi tak lebih hanya sekedar teori perilaku yang abstrak. Itu merupakan studi empiris mengenai bagaimana orang menangkap pengalaman dunia sosialnya sehari-hari. Adapun poin yang ditekankan dalam sudut pandang Garfinkel ialah penekanan pada interaksi tatap muka (face to face) kesamaan (commonalities), termasuk inti dalam analisa ialah pentingnya bahasa guna menjelaskan realitas empiris dari manusia yang sedang diteliti dan menyadari aspek-aspek masyarakat yang subjektif dan obyektif.[6]

            Prinsip yang sama mengenai penggelapan keraguan (Bracketing doubt) ini terjadi dalam interaksi sehari-hari antara kita dengan orang lain. Kita sehari-hari tidak tanggap kepada masalah benar atau tidaknya suatu yang kita sukai, cara kerja sistem moneter, atau realitas lembaga sosial kita.[7] Proses ini membuat mereka―masyarakat kampung cyber yang dipandang kreatif―mampu mengamati bagaimana orang membentuk realitas sehari-hari.

            Dari serangkaian argumen yang telah dipaparkan Garfinkel, kini ada beberapa hikmah yang dapat dipetik untuk melihat masyarakat kampung cyber. Diantaranya ialah masyarakat cyber tidaklah acuh dalam menanggapi isu-isu global terkait dengan hadirnya media internet yang mana dalam media tersebut telah menghadirkan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk berkembang. Di lain hal, masyarakat cyber juga menyaring informasi terkait dengan kebenaran, dalam hal ini ialah mengenai informasi yang di usung oleh internet, yang mana akhirnya masyarakat kampung cyber berkembang dengan melihat hal-hal yang dianggapnya benar dalam media internet tersebut. Begitu pula interaksi antar masyarakat tak melulu dijalankan dengan teknologi, melainkan masih diangkatnya hubungan yang dianggap semestinya untuk sosialisasi (dengan bertatap muka dalam hal komunikasi). Berdekatan dengan itu, pada akhirnya masyarakat kampung cyber pun telah memiliki karakter yang khas terkait kesamaan prinsip dalam kreatifitasnya terkait dengan internet.

            Setelah menelisik mendalam terkait masyarakat kampung cyber, kini dapat diambil kesimpulan bahwa di kota yang tipikal masyarakatnya beragam karakter telah memunculkan perbedaan yang mencolok oleh karena berbagai corak masyarakat. Dengan memanfaatkan kreatifitasnya, hal yang diwujudkan masyarakat RT 36 Taman, Yogyakarta ialah mengembangkan kampungnya ke arah global information. Dengan demikian pun masyarakat kampung cyber bukanlah masyarakat yang ketinggalan informasi terkait makin mudahnya mengakses informasi melalui jaringan internet.


Daftar Pustaka
Rahardi, R. Kunjana (2006). Paragraf Jurnalistik. Yogyakarta: Santusa.
Poloma, M. Margaret (2010). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Hoogvelt, M.M. Anke (1985). Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang. Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Artikel di www.okezone.com (10 Maret 2012). Kampung Cyber ada di Yogyakarta.
Artikel di www.tribunnews.com (19 Agustus 2010). Warga Kampung Yogyakarta Melek Internet.


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, h. 529.
[2] Artikel yang termuat di www.okezone.com, Rabu, 10 Maret 2012, berjudul Kampung Cyber ada di Yogyakarta.
[3] Artikel yang dimuat di www.tribunnews .com, Kamis, 19 Agustus 2010, berjudul  Warga Kampung Yogyakarta Melek Internet.
[4] Dalam hal ini muatan tulisan ingin difokuskan pada sudut pandang Garfikel terkait dengan realitas yang diterima begitu saja. Beberapa realitas yang ada dalam masyarakat kampong cyber ialah munculnya fenomena jaringan internet yang mana akhirnya membawa pengaruh besar melalui media-media yang ada didalamnya, seperti media masa hingga kolom-kolom yang memuat banyak informasi.
[5] Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, Rajawali Pers, 2010, h. 277.
[6] Ibid., h. 277-278.
[7] Ibid., h. 280.

Rabu, 13 Maret 2013

Cristiano Ronaldo Dinobatkan Menjadi Duta Mangrove Indonesia

Mega bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo (kiri), bersama pengusaha asal Indonesia,
Tommy Winata (kanan), di Madrid, Jumat (8/3/2013).

MADRID - CR7 julukan sang mega bintang Real Madrid, kini kembali menuai pesona melalui kehidupan di luar karir sepak bola profesionalnya. Cristiano Ronaldo didaulat oleh Artha Graha Peduli menjadi duta mangrove di Indonesia yang digagas Forum Peduli Mangrove.

Tommy Winata selaku pimpinan Forum Peduli Mangrove mengaku sangat senang dan gembira saat bintang asal Portugal ini berkenan menjalin kerja sama dalam melestarikan hutan Mangrove di Indonesia. “Saya sangat gembira dan senang bahwa Cristiano Ronaldo sepakat untuk mendukung kegiatan kami dalam rangka melestarikan hutan mangrove di Indonesia,” katanya, dicukil dari Goal.

Cristiano Ronaldo memiliki peranan penting mempromosikan kesadaran masyarakat akan konservasi mangrove di Indonesia. Mangrove atau yang bisa disebut juga bakau, memiliki fungsi sebagai penghalang hantaman gelombang air laut alami dan perubahan iklim. Bagi Tommy, Cristiano Ronaldo dapat dijadikan panutan bersanding dengan pesonanya untuk mengajak masyarakat luas. “Ronaldo merupakan orang yang cocok untuk menjadi duta penyelamatan mangrove, karena ia memiliki pesona dan bertindak sebagai panutan, sehingga seluruh masyarakat bisa lebih cenderung untuk melestarikan hutan bakau,” ujar Tommy.

Dari pernyataan mantan pesepak bola terbaik dunia 2008, Cristiano Ronaldo sendiri mengaku tersanjung bisa membantu organisasi lingkungan yang berbasis di Benoa, Bali. “Saya merasa terhormat bisa mendapatkan peran dalam pelestarian mangrove di Indonesia. Saya mengunjungi Aceh setelah tsunami 2004. Kehancuran yang ditimbulkan bencana itu masih sangat membekas dalam ingatan saya,” ucap eks pemain Manchester United tersebut, dikutip dari Tempo.

Dalam dua bulan ke depan, kepastian Cristiano Ronaldo menjadi duta telah dikukuhkan dalam forum pertemuan di Madrid, Spanyol oleh ketua Forum Peduli Mangrove Tommy Winata, Jumat (8/3). Kala itu Tommy Winata didampingi mantan kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Gories Mere sembari menghadiri Konferensi ke-56 Komisi PBB Anti Narkotika dan Obat-obatan Terlarang, UNOCD (United Nations Office on Drugs and Crime) di Eropa.

Dikatakan Tommy Winata, keberadaan Cristiano Ronaldo sebagai duta yang akan mengusung tema “Save Mangrove, Save Earth” itu diharapkan bakal dapat membuka mata banyak kalangan akan pentingnya mangrove (hutan bakau) terhadap lingkungan. Cristiano Ronaldo, merasa diistimewakan dalam partisipasinya untuk melestarikan mangrove di Indonesia.

Penulis: Koko Wijayanto

Lima Aksi Sobat Bumi Pertamina Foundation Scholars 2013

Mahasiswa SBPFS wil. Yogyakarta memaparkan konsep Konservasi Bawah Laut di Kawasan Taman Nasional Baluran

Jakarta - Pada tanggal 17 Februari yang lalu, Sobat Bumi Pertamina Foundation Scholar mengadakan Rapat Kerja Nasional. ‘Satu Napas untuk Bumi’ diangkat sebagai tema dalam rapat akbar kali ini. Dalam rakernas yang diadakan di Graha Wisata Ragunan ini, Nina Nurlina Pramono, Direktur Utama Pertamina Foundation  membuka acara dengan campaign , “Lead self,lead others and lead change!”.Beliau mengharapakan pula agar semangat untuk mencintai lingkungan tetap terjaga.
Sesuai dengan tagline yang diusung ‘Satu Langkah agar Bumi Tetap Bernafas’ , scholar telah menyiapkan amunisi-amunisi ampuhnya mengenai cinta lingkungan.  Sebelumnya scholar telah diajak untuk mempersiapkan sebuah project (aksi) per universitas . Sehingga terdapat sekitar 17 Aksi yang terkumpul.
Diluar dugaan, dengan semangat yang menggebu perwakilan universitas mengunggulkan aksi masing- masing. Hal ini dilakukan dengan pemaparan yang sedemikian rupa, sehingga scholar lainnya yakin bahwa aksi mereka pantas untuk dilaksanakan. Sebut saja Universitas Gajah Mada dengan ‘Konservasi Taman Laut’ ; Universitas Padjadjaran dengan ‘ Sekolah Kreasi Sehat’ ; Institut Teknologi Bandung dengan ‘Greenroof’ ; Unversitas Diponegoro dengan ‘Taman Mini Sobat Bumi dan Biopori’ ; Universitas Mulawarman dengan ‘Komunitas Sobat Bumi Benua Etam’ dan Sobat Bumi Regional Surabaya dengan ‘Komunitas Sobat’.
Tidak ketinggalan pula Universitas Hassanudin dengan ‘Socialpreneur Laskar Pemulung’ ; Universitas Siwijaya dengan ‘Penggunaan Sampah Daun Kering menjadi Briket sebagai Bahan Bakar Alternatif ; Universitas Udayana Bali dengan ‘ Menanam Pohon’ ;  Universitas Brawijaya dengan ‘3G Tube’ ; Institut Pertanian Bogor dengan ‘Majalah Gerakan anak Cinta Lingkungan’ ; Universitas Sumatera Utara dengan ‘Gerakan Sadar Lingkungan’ ; Universitas Syiah Kuala Aceh dengan ‘ Penanaman Mangrove’ dan yang terakhir Universitas Indonesia dengan ‘Komunitas Bocah Lingkungan’.
“Dianalogikan scholar seperti dokter yang datang dari berbagai bidang ilmu untuk merawat bahakan menyembuhakan bumi yang sedang sakit. Obatnya yah dengan program program peruniversitas, seru banget rasanya bisa turut serta dalam pelaksanaan program rakernas!” , ungkap Ainil mahasiswi Institut Teknologi Surabaya.
Namun final project harus harus memiliki 3 kriteria.  Bermodalkan Suistainable, Ecoprenur dan Campaign, ke 16 aksi tersebut disaring menjadi 5 aksi untuk dijalnakan pada tahun 2013.  Sampai akhirnya terpilih 5 aksi besar yang akan dihelat di tahun ini yakni, Konservasi Bawah Laut di Kawasan Taman Nasional Baluran, Penggunaan Sampah Daun Kering menjadi Briket sebagai Bahan Bakar Alternatif, Ekonomi Hijau, Taman Sobat Bumi dan Komunitas Cinta lingkungan.

Diharapkan nantinya semua program yang berjalan akan membuat lingkungan menjadi lebih baik. Sehingga tema awal untuk membuat bumi agar tetap bernafas dapat tercapai. Mau tahu seperti apa program ini nantinya? Nantikan kabar terbaru dari Sobat Bumi Pertamina FoundationScholar! Mari cintai bumi, selamatkan bumi!

Penulis: LB. Ciputri Hutabarat, Senin, 4 Maret 2013.
Halaman terkait: beasiswa-sobatbumi.com

Selasa, 20 November 2012

Mengenal "Kelas Menengah"


Mengenal "Kelas Menengah"
Seperti yang dapat diketahui bersama, istilah 'kelas menengah' baik di Indonesia maupun di beberapa negara belahan bumi utara (Amerika-Eropa) memiliki bermacam-macam karakteristik dalam ideologi maupun arah gerakan yang seragam mengumandangkan revolusi. Hal ini tergambarkan dari beberapa organisasi maupun perseorangan yang menginginkan adanya perbaikan atas kesalahan masa lampau. Sebut saja LSM, organisasi masyarakat hingga perkumpulan kaum intelektual adalah wujud dari kelas menengah. Semua dengan pola sama, yakni perubahan kearah yang lebih baik.
Bersinggungan dengan itu, problem kelas menengah sering memperoleh perhatian luas. Seperti di Indonesia misalnya, melalui sorotan beberapa media masa kelas menengah ditempatkan sebagai agen perubahan yang ambigu. Yang mana, peran kelas menengah mempunyai fokus kepentingan yang hanya sesuai ideologi yang di usungnya. Bentuk wujud yang ada dalam lapangan misalnya, membela kaum buruh atau kaum tertindas dari kemunafikan yang ada di dalam negara hingga gerakan ini kemudian mengacu pada kritikan atas kebijakan pemerintahan yang dianggap tak sesuai dengan tesis mereka. Disamping sisi, yang digambarkan sebagai kelas menengah masih mengulang romantisme kelas menengah pada jaman revolusi industri di Eropa. Kelas menengah dianggap sebagai agen perubahan yang berpihak pada kelas bawah yang mencoba mengangkat derajat kaum yang tereksploitasi baik dalam kebijakan maupun secara hak asasi.
Karl Marx & Max Weber
Mengenai kelas menengah, perdebatan dua pemikiran besar dari Marx maupun Weber hingga dewasa ini masih menjadi rujukan hangat di tengah masyarakat luas. Berpondasi pada pemikiran Marx mengenai hubungan yang ada dalam produksi industrialis, secara tak langsung pemikirannya merujuk pada pembeda kelas, yang saling bertentangan, yakni antara borjuis atau kaum pemilik modal dengan kaum buruh atau proletar. Perkembangan selanjutnya—setelah satu abad Marx—kelas menengah membesar kuat dan terorganisir. Pada awal abad 20, para pemikir di Eropa telah banyak memunculkan teoritisi yang disebut ‘Marxisme’ yang pembahasannya kaum ini condong pada studi kasus kelas menengah baru. Hingga saat ini, kelas menengah dapat dibedakan mengenai klasifikasi kelas pekerja. Selanjutnya pemikiran yang juga berpengaruh luas adalah pemikiran Weber. Bagi Weber, kelas menengah tidak harus diukur melalui cara kepemilikan faktor produksi. Weber menggunakan pendekatan yang mencoba menggabungan serta membedakan antara pendapatan, pendidikan, status sosial atau semua hal yang dapat dikuantifikasi. Gampangnya, penentuan kelas menengah dapat dipisahkan sesuai perbedaan pendapatan serta jabatan dalam kerja. Kedua pemikiran ini telah mempengaruhi perdebatan tradisi akademis global. Bagi yang belajar ilmu sosial dengan tradisi Positivisme, pemikiran Weber cenderung digunakan guna membedah problem-problem sosial dalam kerja. Sedangkan bagi yang belajar ilmu sosial dengan tradisi ekonomi politik yang kuat, maka pemikiran Marx cenderung menjadi rujukan utama hingga pada perjalanannya melahirkan karya yang mencoba mengembangkan karya Marx (Marxisme).
Perdebatan ini masih berlanjut hingga saat ini di Indonesia. Kelas menengah tidak hanya bisa dilihat kepemilikan modal maupun alat produksi yang digambarkan Marx melainkan muncul kelas baru yang disebut kalangan marxis sebagai kalangan kelas menengah baru. Perlu ditekankan, kelas menengah baru kali ini telah diselimuti pandang ideologi yang menyangkut selera atau karakteristik yang sifatnya kultural. Hal ini tergambarkan pada tabiat yang seragam, mulai cara berpikir hingga ideologi yang di usung saat menanggapi kebijakan-kebijakan yang ada baik di lingkungan maupun di dalam negeri.
Kasus kelas menengah Indonesia telah menunjuk kearah statistik pendapatan, dimana modal utama gerakan ini berupaya mengangkat kesejahteraan atau dengan kata lain memperbaiki faktor ekonomi dari ideologinya. Bagi beberapa pengamat di Indonesia hal ini bukan lah bentuk kelas menengah, melainkan gerakan sosial yang memiliki suatu pandangan tersendiri akan problema yang dihadapi bangsa. Seperti yang telah dipaparkan Kuntowijoyo menanggapi realita yang ada era 90an, istilah kelas menengah dirasa kurang sesuai dalam konteks Indonesia dan pada akhirnya Kuntowijoyo mengistilahkan gerakan ini dilakukan oleh ‘golongan menengah’. Istilah kelas menengah tak lagi digunakan dalam kajiannya menanggapi sejarah, oleh karena menghindari tuduhan gerakan kiri (radikal) serta praduga dari pemerintah (rezim yang berkuasa) guna menghindari tuduhan. Pada akhirnya pendapat yang disakralkan adalah ‘bukan sebuah kelas’.

Minggu, 18 November 2012

Populasi dan Problem Perkotaan


Populasi dan Problem Perkotaan
Oleh: Koko Wijayanto[1]
Do you know?
Para perencana dan pembuat kebijakan dari kota-kota di negara berkembang saat ini menghadapi tugas besar. Dalam artian tugas besar yang ada dipundak para pembuat kebijakan seiring dengan sejalannya pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di dunia pada tingkat yang fenomenal. Tepatnya, di beberapa kota besar, hampir seperempat juta orang (populasi) bertambah setiap tahunnya. Memang suatu bentuk yang luar biasa, yang mana kebiasaan ini membawa para pakar berupaya untuk memperbaiki kondisi kekacauan dimasa kini. Disamping sisi, kota-kota yang sudah lebih besar di masa lalu terus berkembang tanpa batasan yang jelas. Ini merupakan tantangan besar untuk mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaan pembangunan perkotaan dan penyediaan jasa.

Beberapa bukti mengarah pada perencana kota dan kebijakan tata kelola kota yang telah gagal menghadapi tantangan ini. Sebagian besar warga (masyarakat) dibiarkan tanpa tempat tinggal yang memadai dan tanpa akses air bersih atau sanitasi, sementara pola pertumbuhan perkotaan telah menyebabkan ketidak efektifan jalannya ekonomi, hingga degradasi lingkungan dan beberapa masalah muncul melanda manusia karna lingkungan yang dapat dikatakan kurang mumpuni dalam hal kesehatan.

Selama beberapa tahun belakangan, perencanaan dan kebijakan pembangunan kota telah membuat upaya untuk membawa situasi kali ini di bawah kendali, yang mana hal ini cenderung tak bisa diabaikan dalam tata kelola kota yang tak bisa diremehkan. Dengan beberapa pengecualian, beberapa upaya aktor-aktor yang bermain didalamnya, terbukti sama sekali tidak dapat mengatasi problem tersebut.

Kali ini kajian difokuskan pada upaya-upaya yang telah dibuat guna merencanakan dan mengelola kota yang berkembang di dunia, dan berusaha untuk menarik pelajaran dari pengalaman di masa lalu sebagai basis untuk mengelola kota-kota yang semakin cepat perkembangannya. Dalam tulisan awal, dapat dilihat skala yang menantang perkotaan, dan implikasinya bagi para perencana kota dan pembuat kebijakan kota. Laporan yang sama dari beberapa penelitian merujuk pada kota-kota di negara berkembang, 40-50 persen penduduk tinggal di daerah kumuh. Kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan pajak tempat tinggal sementara (perumahan) dipandang tidak terlalu memuaskan.

Banyak lagi permasalahan mungkin akan dihadapi oleh kota-kota yang sedang berkembang. Seperti halnya yang terjadi di kota Jakarta. Jakarta merupakan tipikal kota besar dengan pertumbuhan sangat cepat di Asia. Perkembangannya dimulai pada zaman kolonial belanda sekian ratus tahun yang lalu. Hal ini bermula ketika belanda menjadikan Jakarta sebagai pusat kapitalnya atau yang lebih akrab kita sebut Batavia. Pemerintah kolonial belanda membangun pelabuhan di pesisir utara pulau jawa untuk melakukan transaksi ekonomi. Disana juga dibangun pedesaan yang mana mereka gunakan untuk bersinggah para aktor ekonomi Batavia sekaligus berguna transaksi ekonomi mereka bisa terus berjalan dengan mudah.
Setelah kemerdekaan, populasi di kota Jakarta mencapai 600.000 jiwa. 40 tahun kemudian angka ini berkembangbiak menjadi 13 kali lipat, yakni 7,8 juta jiwa. Pertambahan angka tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, tetapi terus berkembang hingga saat ini. akan tetapi, pertumbuhan jumlah penduduk yang luar biasa ini tidak diimbangin dengan infrstruktur yang cukup. Populasi yang terus bertambah ini biasanya tinggal di informal settlement/perkampungan kumuh yang terdapat di dalam dan sekitaran kota Jakarta.

Secara general, mereka masih kekurangan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Meskipun, program pengembangan dan penyejahteraan perkampungan seperti itu telah sering digiatkan di Jakarta. Contoh misalnya, kebutuhan air bersih dan sanitasi. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar ini di 10 tahun pertama hanya mampu melayani 14% populasi dengan air pipa yang bersih. 52% menggunakan pompa air sendiri, 32% bergantung pada penjual air keliling, dan sisanya 2% hanya mengandalkan air sungai dan kanal yang sudah tercemar. Pencemaran ini terjadi karena sebagian besar kotoran/human waste masuk ke sungai dan kanal tersebut, yang mana ini menjadi pertanda bahwa sistem pembuangan di Jakarta juga bermasalah.

Selain masalah sanitasi dan sistem pembuangan, masalah transportasi juga tumbuh dan menjamur di Jakarta. Angka pemilikan kendaraan pribadi yang bertambah 4 kali lipat dalam 15 tahun (1970-1985) bersaing ketat dengan angka transporasi umum seperti bus. Hal ini menyebabkan kemacetan parah karena jalan yang semakin sesak. Banyaknya alat transportasi umum maupun pribadi yang beroperasi juga ikut menyumbang polusi udara di Jakarta. Kini dari beberapa kajian serta bukti nyata tentang lingkungan kota besar, dapat disadari bersama bahwa masalah ini bukanlah beban pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama untuk mengelola pembanguna dengan bijak. Bersanding dengan itu, para pakar serta para pembuat kebijakan perlu secara continued mengarahkan pembangunan di masa mendatang demi tercapainya kota yang nyaman serta di idamkan.

[1]  Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.


Jumat, 16 November 2012

Recognize: Pencegahan Bencana dan Manajemen


Recognize: Pencegahan dan Manajemen Bencana
Oleh: Koko Wijayanto[1]

Catatan ini berguna dalam mempermudah para peneliti, pemerintah dan para agen mandiri pada suatu ikhtisar bencana. Bencana telah menjadi pokok riset dan suatu sumber yang berhubungan dengan  akademisi, pemerintah dan para agen mandiri. Dalam jenis bencana catatan ini dikumpulkan dari beberapa sumber seperti artikel umum teknis, Internet Lokasi Web, dan laporan internal.
Jenis Bencana, Definisi, Resiko, dan peringanan dapat ditinjau. Bencana digolongkan ke dalam bencana alam, bencana buatan tangan/manusia, dan bencana bastar. Bencana alam adalah bencana yang ditimbulkan oleh alam. Bencana buatan tangan/manusia dapat digolongkan ke dalam bencana teknologi, kecelakaan transportasi, kegagalan tempat publik, dan kegagalan produksi. Bencana buatan tangan/manusia secara alami kadang-kadang mendorong kearah bencana berikutnya. Dari semua hal diatas, dapat diasumsikan bahwa bencana yang muncul merupakan peristiwa histeris. Dalam artian, bencana adalah suatu kejadian yang dapat dialami bagi sebagian orang pada umumnya. Perlu diketahui bersama, sifat bencana tak selalu dapat di prediksi kedatangannya maupun dianalisa secara konkrit.

Bencana mempunyai karakteristik berbeda dan dampak; bagaimanapun, bencana mempunyai suatu unsur umum, yang mana adalah kekejaman mereka. Bencana alam, bencana yang diakibatkan oleh kekuatan alam. Bencana buatan tangan/manusia bencana yang  diakibatkan oleh keputusan manusia. Bencana bastar bencana yang diakibatkan oleh kedua-duanya yang alami dan penyebab buatan tangan/manusia. Bencana yang berikut bencana yang diakibatkan oleh bencana buatan tangan/manusia atau alam. Banyak hal yang dipandang penting dalam hal penanggulangan bencana, sebagai catatan: mulai dari jenis, definisi, resiko, dan peringanan terkait dengan bencana.
Bencana diatur ke dalam jenis bencana sub-disasters, dan peristiwa dalam wujud pohon bencana. Suatu algoritma dapat ditulis pemanfaatan pohon bencana ini. Algoritma dapat digunakan untuk tujuan-tujuan latihan untuk mencegah atau merespon bencana. Seperti yang dapat diketahui bersama, berbagai pusat studi dan instansi pengamat bencana, yang mana hal ini mengarah kepada manajemen bencana melalui pencegahan, persiapan, mitigasi, respon dan pemulihan pasca bencana, mencoba mendefinisak arti bencana (baik swasta maupun instansi pemerintahan). Salah satunya dari Asian Disaster Reduction Center. Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003), bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada. Lebih lanjut, menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.
Disamping membahas mengenai definisi bencana, segelintir para ahli sekaligus  pusat studi mencoba memberikan batasan atau kriteria kejadian seperti penggolongan bencana. Di dalam opini CRED (The Center for Research on the Epidemology of Disaster), beberapa kejadian yang dapat dikategorikan sebagai bencana seperti: Korban jiwa (tewas) yang mencapai 10 orang atau lebih; termasuk jumlah orang yang terkena imbas mencapai 100 orang; kejadian yang memerlukan bantuan internasional; dan pengumuman bahwa negara sedang dalam keadaan darurat.
Berkaitan dengan data terkait tipe bencana, sebagian besar orang maupun instansi serta pusat studi sepakat mengklasifikasikan beberapa penyebab bencana dalam tiga kategori utama, yakni: natural (alami); man-made (ulah manusia); hybrid (campuran bencana alam dengan bencana oleh karna manusia). Bencana natural (alam) adalah suatu bencana yang disebabkan oleh kekuatan alam seperti gunung meletus, erupsi, tsunami, gempa bumi dll, dimana manusia tidak dapat melakukan apapun guna mengontrolnya. Bencana alam seperti ini sering disebut Acts of God.
Tipe bencana kedua, man-made (ulah manusia), ialah bencana yang timbul akibat tindakan atau ulah manusia seperti halnya kecelakaan transportasi, peperangan, efek reaksi kimia (polusi, gas beracun, radiasi dll). Pengamat bencana berpendapat mengenai bencana ini dengan istilah socio-technical disaster yang memiliki arti bencana yang terjadi akibat kesalahan teknik atau sistem yang dibuat oleh manusia, yang kemudian memiliki dampak luas terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Ketiga, hybrid disaster adalah bencana yang berasal dari bencana alam dan juga disebabkan oleh ulah manusia. Misalnya: penebangan liar hutan yang menyebabkan tanah longsor dan banjir.

[1] Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.

Kamis, 03 Mei 2012

Asal Mula Indonesia


Asal Mula Indonesia
Oleh: Koko Wijayanto[1]


" Taukah anda, asal mula nama Indonesia? "
            Seperti yang dapat diketahui bersama, di sudut Tenggara benua Asia terkumpul beberapa negara yang daratannya terpisah-pisah oleh laut. Pantas saja beberapa negara diantaranya menyandang gelar nama sebagai negara kepulauan. Dilain sisi, daratan di wilayah ini (Asia Tenggara) kaya akan kandungan mineral, hingga pada perjalannya daerah ini terkenal dengan daerah yang cukup subur. Berada tak jauh dari garis katulistiwa, iklim tropis menyelimuti daerah ini ditambah cahaya matahari ikut berperan menyumbang panas di wilayah ini. Diantaranya tergabung negara Indonesia, yang konon negara ini juga terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya.

Seperti yang sudah terpaparkan, argument di atas sebatas menjelaskan sedikit mengenai letak geografis Indonesia. Muncul pertanyaan, bagaimanakah sejarah peradapan masa lampau yang ada di Indonesia? Lantas, dari mana asal nama Indonesia muncul? Kiranya guna menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini perlu kembali jauh kebelakang sebelum masuk abad kini. Dikumpulkan dari beberapa sumber sejarah, maksud awal kata “Indonesia” saat muncul awal, dulunya hanyalah pengertian geografis dan bangsa. Secara geografis, Indonesia berarti bagian bumi yang membentang dari 95o-141o Bujur Timur, dan 6o Lintang Selatan. Sedangkan dalam arti bangsa, Indonesia tersusun secara politik, ekonomi dan sosial budaya dalam wilayah pengakuan kedaulatan.

            Istilah “Indonesia” pertama kali ditemukan oleh seorang ahli etnologi Inggris bernama James Richardson Logan pada tahun 1850 dalam kajiannya mengenai ilmu bumi. Istilah Indonesia juga digunakan oleh G.W. Earl dalam bidang etnologi. G.W. Earl menyebut Indonesians dan Melayunesiansbagi penduduk kepulauan Melayu. Pada tahun 1862, istilah Indonesia digunakan oleh orang Inggris bernama Maxwell dalam karangannya yang berjudul The Island of Indonesia (Kepulauan Indonesia) yang juga berhubungan dengan kajian ilmu bumi. Pada tahun 1884, istilah Indonesia semakin muncul kepermukaan ketika seorang ahli etnologi Jerman bernama Adolf Bastian menggunakan dalam hubungannya dengan etnologi.


            Kata Indonesia berasal dari bahasa latin Indus yang berarti Hindia dan kata Yunani nesos yang berarti pulau, nesioi (jamak) berarti pulau-pulau Hindia. Berdampingan dengan itu, Istilah Indonesia dikenal pula dengan sebutan Nusantara. Kata Nusantara berasal dari bahasa Jawa kuno yaitu nusa, yang berarti pulau dan antara yang berdekatan. Alhasil ditambah dengan istilah Nusantara, wilayah ini makin dikenal dengan rangkaian pulau-pulau ataupun serangkaian kepulauan.

Congres Weltevreden
        Berikutnya, bangsa Indonesia menggunakan nama Indonesia secara politik untuk pertama kali saat organisasi Perhimpunan Indonesia, yaitu organisasi yang didirikan oleh pelajar-pelajar Indonesia yang berada di negeri Belanda pada tahun 1908. Awal mula organisasi tersebut bernama Indische Vereeniging. Seiring berjalannya waktu, kemudian nama itu diganti menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922. Hingga pada tahun 1922, organisasi ini dikenal dengan nama Perhimpunan Indonesia. Sesaat setelah berlangsungnya Kongres Pemuda II tahun 1928 di Jakarta, hasil konggres telah merujuk kata sepakat menggunakan istilah Indonesia yang juga berhubungan dengan persatuan bangsa. Kongres Pemuda II tersebut dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang hingga saat ini dikenal dan diperingati dengan hari Sumpah Pemuda. Hingga akhirnya, istilah Indonesia benar-benar secara resmi digunakan sebagai nama Negara pada tanggal 17 Agustus 1945 atas dasar proklamasi kemerdekaan Indonesia.
...******

[1]  Mahasiswa Fisipol Universitas Gadjah Mada.