Selasa, 01 November 2011

Kenangan di Saat Turun Hujan

Kenangan di Saat Turun Hujan
Oleh: Koko Wijayanto
Universitas Gadjah Mada


            Melihat fenomena alam kiranya selalu menarik untuk diceritakan. Kerap kali, dengan melihat sebuah keajaiban buatan yang kuasa seseorang merasa tercenggang dan merasa takjub dihipnotisnya. Menelisik efek spontan yang timbul dari fenomena alam yang ada, sebenarnya tidak hanya demikian, hujan dapat membawa seseorang pada masa lampau. Perlu disadari, hujan sebagai salah satu mesin waktu untuk kembali ke masa lampau. Bukan membawa secara fisik, akan tetapi menmunculkan kenangan yang ada dalam memori pikiran. Hujan datang dengan sejuta warna, rasa, dan aroma yang khas yang tidak terasa telah membekas di memori manusia. Dari sinilah banyak termakna hujan, yang mana hujan dapat membantu daya ingat pada kenang-kenagan di masa lampau. Kendati demikian, hujan dapat menjadi alat previous guna membantu memunculkan beberapa ingatan yang tersimpan di dalam otak.

Selain dapat membuka kenangan lama, hujan juga membawa rasa trauma pada hal-hal yang pernah dialami seseorang. Diantaranya, bencana banjir maupun tanah longsor yang diakibatkan hujan, yang pada akhirnya merendam maupun menghancurkan harta benda yang dimiliki. Selain itu, hujan badai disertai angin kencang dan guntur seakan mencekam bila dirasakan yang perjalanannya membuat efek takut (trauma) yang ditimbulkannya. Perlu dimengerti, hujan adalah sebuah prepesitasi berwujud cairan. Dalam konteks yang sama, hujan adalah proses kondensi uap air di atmosfer menjadi butir air yang jatuh ke daratan atau bumi. Beberapa jenis hujan dapat di kategorikan diantaranya, hujan gerimis, hujan sedang, hujan deras, hujan badai yang kerap kali disertai angin kencang dan guntur.

Dalam disipin ilmu psychology kiranya konsep ini dibahas namun tidak begitu dikritisi maupun ditindak lanjuti kemudian, dikarenakan objek kajiannya sedikit melenceng dengan konsep ilmiah psychology. Akan tetapi makna yang tersirat dari Kurt Lewin dalam analisanya memandang kondisi mental, bahwa ilmu pengetahuan harus dipandang layaknya problema alam dari pada dunia material. Hal ini dipertegasnya, “Sistematisasi fakta-fakta melalui “klasifikasi” harus berangsur-angsur digantikan oleh suatu tatanan yang didasarkan kontruksi derivasi dan aksiomatisasi hukum-hukum (Lewin, 1920).” Dengan demikian dapat dimungkinkan dan dapat diperhitungkan kecenderungan-kecenderungan umum disamping kecenderungan yang lebih spesifik. Kendati demikian, konsep “ruang” sangatlah penting pada pengaruh yang muncul baik langsung maupun tidak langsung.[1] Berdekatan dengan itu, fenomena alam sebenarnya juga dapat mempengaruhi kebiasaan seseorang dalam melakukan aktifitasnya.
Pengaruh hujan dalam aktifitas seseorang kerap kali dirasakan sebagai respon ketidak inginan merasakan hawa dingin maupun basah karena hujan. Bersebrangan dengan itu, dampak yang muncul secara tidak disadari adalah munculnya beberapa kenangan bersama hujan. Disisi lain, hal ini kerap menjadi citra di beberapa film remaja. Secara tidak langsung, citra yang dimunculkan dari hujan dalam sebuah film adalah suasana romantis. Memang jauh lebih menarik jika dalam kisah percintaan terpancar unsur kondisi yang romantis yang didukung oleh hujan. Lebih baik dari itu, kenangan yang terlewatkan bersama seseorang saat hujan memberikan rasa rindu akan situasi yang romantis.




      Tak jauh dari citra yang dimunculkan, hujan kerap kali mengigatkan masa kecil, dimana pada masa anak-anak suka bermain dengan air. Sebuah kenangan yang tidak terlepas diantaranya mendapatkan omelan dari orang tua karena terlalu lama bermain air. Walaupun demikian, citra yang muncul adalah rasa rindu akan masa kecil. Tidak menghiraukan rasa kedinginan maupun omelan dari orang tua, hal ini seakan menjadi kenangan manis di masa kecil yang kerap kali tidak disadari seseorang.




Lain halnya, Bagi seseorang yang pindah baik dalam kerja maupun study, hujan dapat meretas rasa rindu pada kampung halaman yang ditinggalkan. Pasalnya, masa-masa di kampung halaman tidak mudah untuk dilupakan. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa hujan membantu meingatkan pada hal-hal yang jarang kita pikirkan. Sebuah keajaiban memang yang dimunculkan oleh fenomena alam ini. Oleh karena itu, rasa syukur kiranya patut memang dipanjatkan pada sang kuasa penciptanya.


“Ini cerita ku tentang hujan, bagaimana dengan mu?”



[1] Drs. Mulyadi Guntur Waseso, Dimensi-dimensi Psikologi Sosial, Yogyakarta: Hanindita, 1986, hlm. 20-46.

4 komentar: