" Mankind must put an end to war or war will put an end to mankind. " - John F. Kennedy
Selasa, 29 November 2011
Minggu, 20 November 2011
Pengantar Pemikiran Friedrich Nietzsche
Friedrich
Wilhelm Nietzsche
Oleh: Koko
Wijayanto
Universitas
Gadjah Mada
Pengantar Pemikiran Friedrich Nietzsche
“Dunia
ini adalah kehendak untuk berkuasa – dan tidak ada yang lainnya! Kaulah sendiri
yang menjadi kehendak untuk berkuasa ini – dan tidak ada lagi yang lainnya!”[1]
Dari
kalimat tersebut sedikitnya adalah salah satu kalimat pengantar untuk mengenal
sosok yang controversial bernama
lengkap Friedrich Wilhelm Nietzsche. Seperti dikenal oleh beberapa orang, sosok
Nietzsche dikenal dengan pemikiran yang sangat unik dalam menanggapi fenomena
kemanusiaan yang terjadi pada era abad ke-18. Dalam beberapa sumber tertentu
sosok Nietzsche dikenal dengan pengaruh radikalnya. Oleh beberapa sebab,
karya-karyanya bersifat ambiguitas
dalam menanggapi fenomena kemanusiaan yang terjadi. Dari buah karyanya,
Nietzsche menjadi orang yang berpengaruh pada pemikiran post-moderenisme.
Dibalik itu, seperti yang tampak dalam sifat ego Nietzsche, filsafatnya juga
salah satu pendobrak awal pemikiran eksistensi yang dikembangkan oleh para tokoh-tokoh
kontemporer.
Filsafat Nietzsche merupakan filsafat
yang menyuburkan pemikiran independent.
Dari beberapa karya Nietzche telah memberi bukti bahwa Nietzsche mempunyai
maksud tujuan yang secara tidak langsung telah dirasakan saat ini mempengaruhi
pandangan dunia dalam pemikiran anti-idealisme. Dapat dikatakan, sebagian besar
filsafat Nietzsche masih bisa ditemukan bahkan bisa dikembangkan sampai dekade ini.
Disamping sisi, pemikirannya lebih bersifat rasional. Akan tetapi, adapun
faktor yang mendorong Nietzsche berfikir dan mulai menuliskan karyanya yang
idealis juga tidak lepas dari kehidupannya yang keras-problematis. Dengan filsafat yang dipandang relevan saat ini, menjadi
salah satu factor yang menjadi pendobrak karya-karya Nietzsche diterbitkan
secara anumerta.
Dengan kecermatanya menanggapi
problema kehidupan, ia berusaha untuk menanggapi segala fakta sosial[2]
yang terjadi di kehidupannya dengan kesadaran yang bisa diterima dengan akal. Adakalanya
untuk mengenang akar filsafat Nietzsche yang juga berhubungan erat dengan
pemikiran Descartes. Descartes adalah salah satu tokoh pembangkit filsafat pada
abad pertengahan dengan deklarasinya yang terkenal dan mendarah daging di dunia
ilmu pengetahuan sosial dengan bahasa latin “Cogito Ergo Sum” (saya berfikir maka saya ada). Dari deklarasi
Descartes, mulailah bergejolak suatu zaman pencerahan yang mendasarkan pada
penalaran-rasionalitas. Selanjutnya, hal ini diperkuat oleh beberapa pendapat
cendekiawan Inggris yang merespon kebenaran pemikiran Descartes. Mereka
menyimpulkan bahwa pengetahuan yang mereka gunakan selama itu lebih bersifat experience (pengalaman) bukan didasarkan
pada reason (penalaran). Atas
anggapan kebenaran ini sosok Nietzsche berkembang menjadi sosok pemikir yang
mandiri dalam menaggapi fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya.
Dalam beberapa karyanya Nietzsche
adalah sosok yang memperlihatkan betapa ia tak mempunyai rasa takut sedikitpun
dalam berkarya, sehingga pada akhirnya ia tak khawatir melepaskan boomerang
yang pada ujungnya bisa membaliknya juga bisa hancur oleh karna kata-katanya
sendiri.
Karya-Karya Utama (Anumerta)
The Birth of Tragedy (1871),
Human, All-Too-Human (1878),
Thus Spoke Zarathusta 1-4 (1883-5),
Twilight of the Idols (1888),
Ecce Homo (1889).
Kehidupan Sekilas Nietzsche
Friedrich Wilhelm Nietzsche
dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1844 di Saxony, Prusia. Ayahnya adalah
seorang pendeta Lutheran, Ludwig, yang meninggal pada tahun 1849 dalam usia 36
tahun setelah menderita sakit jiwa selama satu tahun.[3]
Dibalik itu, lima generasi keluarga Nietzsche telah menghasilkan 20 Pendeta.
Keluarga Nietzsche adalah keturunan dari Aristokrat Polandia. Sedikit
menceritakan tentang kakek Nietzsche bernama Friedrich August Ludwig
(1756-1826)[4], ia
adalah seorang pendeta terkemuka, hingga pada tahun 1796, Friedrich August
Ludwig di anugrahi gelar doktor kehormatan yang diberikan oleh Universitas
Koenigsberg atas pembelaanya terhadap agama yang dianutnya yaitu Kristen, kakek
Nietzsche diberikan gelar kehormatan oleh karena merespon dan mengupayakan
redanya kekacauan spiritual yang terjadi akibat Revolusi Prancis.
Nietzsche muda terlihat berpembawaan serius dan
berwibawa, seakan-akan ia mempunyai tanggung jawab penting dalam hidup. Dengan kata lain, Nietzsche muda
dikenal dengan sosok yang karismatik. Selain karismatik yang nampak sejak
kecil, Nietzche juga seorang anak yang sangat religious kala itu. Ketika dia
berumur 6 tahun, setelah ayahnya meninggal akibat penyakit yang di katakan
dokter mengenai kegilaan ayahnya disebabkan oleh “melemahnya otak”. Sejak saat
itu, Nietzsche dibesarkan oleh ibunya di Naumburg. Dalam lingkungan tempat
tinggal Nietzsche, sebagian besar penghuni lingkungan tersebut adalah wanita.
Nietzsche sangat dimanja di lingkungan tempat tinggalnya hingga ia dijuluki
“pendeta kecil”. Ia dikenal di lingkungannya sebagai anak yang sangat cerdas,
hingga pada akhirnya ia mulai merenungkan tentang kehidupan dirinya sendiri.
Dalam renungan Nietzsche, ia
memikirkan tentang pemberontakan atas dirinya sendiri. Dari awal gejolak
pemikirannya yang lebih bersifat akal dari buah pemikirannya, ia merasakan
mempunyai keganjilan yang mengganggu hidupnya. Hingga pada ia berumur 18 tahun,
ia mulai meragukan imannya. Pemikiran ini timbul atas dasar dirinya sendiri dan
tidak dipengaruhi oleh para tokoh pemikir manapun. Dari anggapan kebenaran yang
bersifat objektif inilah Nietzsche menjadi salah satu tokoh pemikir yang
mandiri dalam beberapa karyanya.
Tahun 1858, ia masuk sekolah asrama
di Pforta, dan memperoleh nilai tinggi dalam bidang agama, sastra Jerman, dan zaman
klasik, tetapi kurang bagus prestasinya dalam bidang matematika dan menggambar.[5]
Nietzsche kuliah di Universitas Bonn untuk mempelajari teologi dan filologi
klasik, dan mempunyai tujuan awal inggin menjadi Pastur. Dibalik itu,
sebenarnya nasibnya tidak lepas dari pengaruh para perempuan yang mengasuh
Nietzche muda, mereka menginginkan Nietzche untuk menjadi Pastur. Di dalam
pikiran alam bawah sadarnya ia mulai mengalami dorongan untuk memberontak.
Dalam menghadapi tekanan yang diberikan oleh orang-orang yang penting di
sekelilingnya tempo dulu, hal ini mendukung karakter Nietzsche untuk berubah
menjadi sosok yang tak dapat diduga oleh para pengasuhnya.
Sebelum sampai di Universitas Bonn,
sosok Nietzsche adalah sosok penyendiri. Hingga pada akhirnya ia menjadi sosok
mahasiswa yang suka bergaul dengan teman-temanya. Lalu, ia juga bergabung
dengan kelompok yang berbeda dalam dunia Nietzche sebelumnya. Ia mulai ikut
minum-minuman beralkohol dengan teman-temannya, bahkan juga suka berkelahi.
Hingga pada akhirnya ia mengalami cedera usai bertengkar dengan seseorang. Akan
tetapi, luka goresan yang membekas pada hidungnya pada akhirnya tertutup oleh
ganggang kacamatanya. Setelah mendapatkan luka itu Nietzsche pun mengambil
keputusan untuk berhenti dalam kelompok anarkisnya.
Sejak tahun 1889, ia mengalami
gangguan mental yang tak bisa disembuhkan di Turin. Ketika sedang
berjalan-jalan ia tersungkur dengan lengan yang merangkul erat leher kuda. Kemudian
ia dibantu untuk masuk kembali kedalam kamarnya. Kemudian ia juga sempat menulis
beberapa kartu pos untuk beberapa orang penting yang pernah dia kenal. Dapat dikatakan
sementara, Nietzsche telah mati secara pikiran tahun 1889.
Secara klinis Nietzsche sudah tak
waras lagi, Hampir bisa dipastikan penyakit yang dideritanya tidak dapat
disembuhkan lagi. Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1900 Nietzsche dalam asuhan
adik perempuannya (Elisabeth) meninggal di Weimar. Faktor utama penyebab
kematiannya adalah penyakit yang sudah sekian lama menggerogoti tubuhnya. Sejak
kematiannya, Elisabeth mulai membenahi catatan-catatan Nietzsche yang kemudian di
edit oleh Walter Kaufman. Akhirnya buku itu dapat diterbitkan sebagai “The Will to Power” yang dianggap hingga
saat ini adalah karya terbaik dari Nietzsche.
Konsep Inti Karya Nietzche
Untuk
mengetahui tema inti dari beberapa karya Nietzsche yang fenomenal hingga saat
ini, adapun konsep kunci dalam tulisannya yang menempati posisi terpenting juga
sering disebutnya dalam beberapa tulisannya. Di sisi lain, yang harus diketahui
dalam beberapa tulisan Nietzsche tidak menggunakan gaya metodis (bersandarkan
metode; dengan pola teratur). Dengan sikapnya yang konsisten ‘idealisme’ sampai
pada akhirnya beberapa buah karya Nietzche berkembang keberbagai arah. Dengan
‘idealismenya’ ia telah membuat contoh tulisan yang tidak terpaut oleh budaya
dan bukan pula masuk pada ranah sistem sosial masyarakatnya. Oleh karnanya,
beberapa karya Nietzsche dapat ditemukan beberapa kata yang di ulang-ulang.
Secara tidak langsung, karya-karya Nietzsche telah memiliki konsep metode
maupun memiliki polanya sendiri.
The Will to Power
Konsep terpenting dalam buah karya
yang melekat erat dalam beberapa tulisannya adalah “will to power”. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa
Nietzsche mengembangkan konsep inti dari Schopenhaur dari kehidupan Yunani kuno
yang mengadopsi gagasan-gagasan timur. Berkesimpulan, bahwa alam semesta
dikendalikan oleh kehendak buta.[6]
Nietzche dalam study mencari gagasan
Yunani kuno telah menyimpulkan bahwa kekuatan yang menjadi pendorong peradapan
semata-mata adalah langkah untuk mencari kekuatan tertinggi (absolute) dalam mencari sebuah
kekuasaan. Hal ini di pertegas Nietzsche yang tertulis dalam buku terjemahan
karya Walter Kaufman, dan R.J. Hollingdale sebagai berikut:
“Dunia
ini adalah kehendak untuk berkuasa – dan tidak ada yang lainnya! Kaulah sendiri
yang menjadi kehendak untuk berkuasa ini – dan tidak ada lagi yang lainnya!”
Dengan konsep yang berbahaya inilah,
pada akhirnya melahirkan para pemikir yang berkutat pada “idealisme” dalam
menuliskan buah pikiran maupun dalam tindakannya (tidak lepas dari pengaruh
Nietzsche). Hal ini bersandar pada salah satu pendapat Nietzsche, “Sikap mengidam-idamkan kekuasaan telah
mengalami berbagai perubahan selama berabad-abad, tetapi sumbernya tetap saja
kawah yang sama… Suatu yang pada zaman dahulu dilakukan orang “demi Tuhan”,
sekarang ini kita lakukan demi uang… inilah yang saat ini menciptakan kepuasaan
terutama atas kekuasaan.” (Die
Morgenrote, The Dawn, 204).
The Superman
Apa yang dimaksudkan Nietzsche
mengenai “manusia super” bukanlah sesosok Supermen yang ada pada tataran fiksi
dalam beberapa film maupun juga kartun yang ada saat ini. Adapun Superman yang
dalam tokoh fiksi bisa terbang, memiliki kekuatan, kecepatan dan ketahanan
melebihi anak-anak biasa.[9]
Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan apa yang digambarkan Nietzsche.
Disisi lain, Superman yang dimaksudkan oleh Nietzsche dalam Zarathusta adalah sesosok orang yang menggambarkan dirinya sendiri
– merujuk pada tempat dimana ia tinggal di sebuah dunia yang di dalamnya berisi
tentang kenaifan. Secara tidak langsung, Nietzsche juga mengemas beberapa
karakeristik tokoh yang penuh kesungguhan, dan sangat membosankan. Dalam Thus Spake Zarathustra, Nietzsche
menyatakan dengan mengilhami tokoh ciptaannya ini bahwa, “Apa artinya monyet bagi manusia? Sebuah figur yang menyenangkan atau
sesuatu yang memalukan? Manusia akan tampil persis seperti monyet di depan
Superman.” (Thus Spake Zarathustra, Bagian Pertama, Prolog Zarathustra, Bag. 3).
Dibalik karya Zarathustra, terdapat kisah-kisah perumpamaan yang menabjubkan.
Diantaranya kisah Kristus dan Khotbah di Bukit yang di anggapnya sederhana dan
kekanak-kanakan. Dibalik cerita itu, sebenarnya sama sekali bukan hal yang
sederhana, dan hal ini akan menjadi hal yang sangat mendalam. Itulah pesan yang
diamanatkan pada Zarathustra. Adapun
salah satu kalimat yang dinyatakan Nietzsche yang tertulis dalam buku Human, All Too Human: “Kepercayaan adalah
musuh yang lebih berbahaya bagi kebenaran ketimbang kebohongan.” (Human, All
Too Human, Vol I, Bagian 9, h. 483.)
Khotbah-khotbah Nietzsche merupakan
perlawanan terhadap nilai-nilai Kristiani: masing-masing
individu harus memikul beban tanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya
sendiri dalam sebuah dunia yang tak memiliki Dewa atau Tuhan. Seseorang harus
menciptakan nilai-nilainya sendiri dengan kebebasan yang tanpa kekangan apa
pun. Sebagai akibat dari perbuatannya itu, tak ada yang dinamakan sangsi,
akhirat atau apapun yang serupa dengan itu.[10]
Dalam ramalan Nietzsche, ini adalah suatu kondisi yang terjadi sejak lama.
Begitu beraninya, ia juga mengajukan tulisan yang yang musti dilakukan: “…semua omong kosong Zarathustra akan menjadi
Superman.”
Nietzsche menggabungkan Superman dengan maksud-maksud seperti
“kemuliaan” dan “asal keturunan”. Dalam menggambarkan tokoh Superman inilah ia tidak menyinggung
mengenai ras maupun kebangsaan manapun. Dalam salah satu tulisan, penanya
mengacu pada “the Almanac de Gotha: an
enclosure for asses” (Will to Power;
942-edisi revisi 1906 atau 1911; di dalam edisi Hartle, catatan ini dibuang, tanpa penjelasan) dan menyatakan
dalam bagian lain, “Ketika aku berbicara
tentang Plato, Pascal, Spinoza, dan Goethe, aku tahu bahwa darah mereka
mengalir di dalam tubuhku” (Edisi Musarion (1920-1929) diambil dari Collected Work, XXI, 98). Dalam pandangan Nietzsche, darah orang Yunani, Perancis, Yahudi
dan Jerman adalah darah leluhur yang mengalir dalam tubuh Superman yang diciptakannya. Pasalnya, mereka memandang bahwa rasa
tau keturunannya lebih unggul dibandingkan ras manusia yang lain.
[1]
Friedrich Nietzsche, The Will to Power, diterjemahkan oleh Walter Kaufman, dan
R.J. Hollingdale, New York, Vintage Books, 1968, Sect, 1067, p.550. Penekanan
dari Nietzsche.
[2]
Baca! Emile Durkheim mengenai “Fakta Sosial”.
[3]
John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer, Kanisius,
Yogyakarta, 2001, h. 329.
[4]
Marc Sautet, Nietzsche Untuk Pemula,
Kanisius, Yogyakarta, 2001, h. 6.
[5]
Walter Kaufmann, Nietzsche, New York,
Vintage Books, edisi ketiga, 1968, h. 22.
[6]
Paul Strathern, 90 Menit Bersama
Nietzsche, Penerbit Erlangga, Jakarta, h. 49.
[7]
Ibid, h. 49.
[8]
Baca juga! Social Action dan Rasionalitas Max Weber.
[9]
J.Com, Super Hero Amerika Misi
Penyelamatan Bumi, Multicom, Yogyakarta, 2010, h. 15.
[10]
Paul Strathern, op, cit. h. 54.
Sabtu, 19 November 2011
Meng(Apa) Cowok Selalu Harus Nembak Duluan?
Meng(Apa) Cowok Selalu Harus Nembak Duluan?
Oleh: Koko Wijayanto[1]
Universitas Gadjah Mada
Modal
utama untuk mengerti orang lain adalah dengan mengenal, baik dari segi mengenal
wajah, kebiasaan, pola pikir, dan lain sebagainya mengenai seseorang tersebut. Dengan
mengenal seseorang dapat memahami beberapa bentuk karakter maupun tipe seseorang.
Kajian ini difokuskan pada peran pria dan wanita pada awal menjalin sebuah
hubungan yang lebih serius (pacaran). Proses ini biasa bermula dari bentuk
interaksi yang sederhana yaitu komunikasi. Komunikasi menjadi modal penting
dalam berinteraksi dengan orang lain. Bentuk interaksi ini dapat berlaku pada ekspresi
tindakan (bahasa tubuh), simbol tulisan maupun melalui bahasa komunikatif (bicara).
Melihat kebiasaan
yang khususnya ada pada remaja, ada istilah yang akrab di kenal di benak anak
muda saat ingin menyatakan rasa ketertarikan dengan lain jenisnya yaitu, “menembak / tembak”.
Hal ini biasa dilakukan seseorang sebagai modal awal menjalin sebuah hubungan
yang lebih serius. Misalnya saja dari hubungan teman menjadi pasangan. Proses ini
bermula pada daya tarik mengenal maupun adanya kepentingan tertentu yang pada
perjalannya berujung pada hubungan yang lebih serius. Proses interaksi ini
bermula melalui sebuah bentuk komunikasi melalui ekspresi tindakan (bahasa
tubuh), simbol tulisan maupun bahasa komunikatif (bicara). Berdampingan dengan
itu, tindakan menyatakan cinta biasa dilakukan oleh pria terlebih dahulu. Disamping
sisi, hal ini juga dipengaruhi oleh anggapan yang berkembang di masyarakat
bahwa, pria harus selalu menyatakan cinta terlebih dahulu pada wanita. Pasalnya,
pria dipandang lebih berani dalam mengambil sebuah keputusan terutama dalam
konteks menyatakan perasaan bila dibandingkan wanita.
Apakah dapat semata-mata dibenarkan?
Anggapan
semacam ini seakan memetakkan peranan sentral pria untuk bebas memilih
pasangan. Argument ini diperkuat dengan
adanya sepenggal kalimat yang popular di kalangan masyarakat bahwa, “Cowok bebas memilih, cewek bebas menentukan”.
Namun perlu dicermati, beberapa faktor yang melatar belakangi tindakan ini diantaranya
kecenderungan pada anggapan lingkungan dan juga tradisi yang dilakukan seseorang
di masyarakat. Dari latar belakang ini, pria seakan termotivasi atau bahkan kerap
kali menjadi sebuah tuntutan pria untuk menyatakan perasaan terlebih dahulu
pada wanita. Padahal wanita pun bisa melakukan hal yang demikian serupa.
Dalam
peristiwa ini, wanita biasa melakukan komunikasi melalui bahasa tumbuh karena
enggan mengekspresikan suasana hati. Dengan kata lain, wanita hanya sebatas
memberikan sinyal atas apa yang dirasakan pada lawan jenis yang ia suka. Dari hasil
pengamatan salah satu dokter Montréal, Québec, Canada memperkuat, ketika wanita merasa nyaman di dekati maupun dekat
dengan seorang pria, mereka hanya sebatas memberi keterbukaan (welcome) tempat maupun waktu dalam berinteraksi. Konkritnya ada
perhatian khusus dari wanita terhadap pria yang dekat dengan dirinya. Perlu dimengerti,
wanita kadang kali menganggap “mencintai
bukan berarti harus mengucapkan”, yang akhirnya hanya di ekspresikan
melalui isarat yang kerap kali kurang dipahami oleh pria dalam membaca gerak
gerik seorang wanita. Dapat dikatakan, wanita sangat pintar dalam
menyembunyikan perasaan hatinya.
Seperti
yang berkembang dalam kebiasaan di masyarakat, fenomena ini telah subur di pikiran
seseorang atau sebuah hal yang “wajar” di kehidupan mereka. Secara tidak
disadari, hal ini telah menjadi aturan yang seakan menjadi kebiasaan di kalangan
masyarakat khususnya remaja dalam memulai sebuah hubungan “pacaran” di
kehidupannya. Bila dicermati, saat fenomena ini dibalik atau dirubah, ketika wanita
menyatakan perasaan pada pria terlebih dulu, kiranya terasa ada hal yang ganjil
dan dapat menuai perbedaan pendapat di antara beberapa kalangan. Pasalnya,
mereka perpandangan hal ini selalu / harusnya dilakukan seorang pria, padahal dalam
kasus ini wanita bisa melakukan (menyatakan perasaan) lebih dahulu.
Berdekatan
dengan itu, wanita beranggapan, jika wanita mengungkapkan perasaan cinta
terlebih dahulu pada pria, mereka seakan menanggung resiko besar yang biasa
dikatakan wanita dengan “harga diri”. Apakah benar ini adanya? Kendati
demikian, kontroversi yang muncul dikalangan remaja hanyalah pengaruh dari
kebiasaan orang lain yang ada dilingkungan masyarakatnya. Bermula dari sini,
secara tidak sadar seseorang telah menganggap hal ini sakral di bagian hidup
mereka. Dengan demikian diketahui jawaban awal atas kasus ini bahwa, pria ‘mustinya’
aktif - agresif dan wanita ‘mustinya’ pasif - responsive dalam berinteraksi dengan lawan jenis.
Kenapa membudaya?
Bila dianalisa
lebih mendalam memakai sudut pandang beberapa tokoh sentral ilmu sosial,
khususnya disiplin ilmu sosiologi. Meminjam istilah “Determinan Lingkungan”
Emile Durkheim, lingkungan sangat penting dalam mempengaruhi status dan peran
individu di dalam masyarakat. Perlu diperjelas, dari pengaruh lingkungan seseorang
dapat menganggap hal yang dilakukan merupakan bentuk nilai (baik-buruk) dan
norma (benar-salah) yang bersifat sosial di masyarakat. Ringkasnya, apa yang
dilakukan seseorang dimasyarakat tidak terlepas dari pengaruh maupun stimulus lingkungan
masyarakatnya.
Menggunakan
verstehen (pemahaman) Max Weber dalam
melihat fenomena kali ini, istilah ini berguna, pertama, “memahami” pikiran maupun tindakan yang terjadi menurut
subjektifitas atau kehendak aktor. Kedua,
mengenali konteks yang melingkupi dan yang menjadi latar belakang pemahaman
dalam tindakan yang dilakukan ataupun yang terjadi. Dengan demikian, salah satu
motif seseorang melakukan tindakan dapat dipahami.
Dalam
konteks tindakan sosial, Weber membagi dalam beberapa bentuk tindakan sosial (social action). Perlu dicatat, beberapa
bentuk tindakan semacam ini dilakukan dengan penuh kesadaran atau berkecimpung
pada rasionalitas (dapat diterima akal maupun pikiran dalam melakukannya). Beberapa
tipe tindakan rasional yang terdapat pada prilaku masyarakat (menyatakan cinta)
salah satunya masuk pada value rational
action (tindakan rasionalitas nilai), tindakan semacam ini adalah bentuk tindakan
yang terkait dengan “komitmen”. Tindakan ini dilakukan dengan penuh kesadaran
yang tidak terlepas dari norma, nilai, budaya, hukum, ataupun juga
bentuk-bentuk lainnya yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
Lebih dari itu, ada bentuk lain tindakan rasional
yang dikemukakan Weber, yaitu rational
traditional action (cara bertindak aktor dalam batasan kelaziman menurut
individu tersebut). Perlu dicermati, tindakan rasional tradisional semacam ini
adalah tindakan yang di ulang secara teratur (berulang), yang juga menjadi
kebiasaan seseorang, tidak menjadi persoalan kebenaran dan keberadaannya dalam
masyarakat. Tindakan semacam ini adalah tindakan warisan yang diturunkan dari
generasi yang lalu. Bentuk kongkrit dari tindakan ini, “Saya(pria) melakukan
ini karena biasa melakukan duluan.” Begitupun sebaliknya, “Saya(wanita) tidak
melakukan itu karena hal itu biasa dilakukan pria.” Dampak dari kebiasaan ini juga
dapat menjadi motivasi pria menyatakan perasaannya terlebih dahulu pada wanita.
Sebagai rangkumannya,
tindakan yang dilakukan baik pria maupun wanita sebenarnya mendapat pengaruh
dari luar diri aktor. Dengan kata lain, aksi yang dilakukan adalah meniru
kebiasaan orang lain yang sudah ada sebelumnya (keberulangan). Bisa jadi,
tindakan ini dilatar belakangi dengan meniru keluarga, teman, ataupun orang lain
yang akhirnya juga ditiru oleh aktor tersebut.
Kesimpulan
Hal ini
adalah fenomena yang dapat ditemukaan di masyarakat pada umumnya. Sebenarnya jika
dipandang atau dapat disamakan, beberapa hak yang mustinya bisa dilakukan baik
wanita maupun pria dapat disamakan atau dipandang dapat diseimbangkan. Dalam
konteks ini wanita sebenarnya bisa melakukan duluan dalam menyatakan cinta pada
pria dengan terlepas dari pengaruh kebiasaan / budaya yang ada dalam masyarakat.
Namun sayang, kerap kali wanita memandang hal ini bukan sebuah kewajaran jika
wanita menyatakan cinta terlebih dahulu. Oleh karena itu, untuk memulai sebuah
hubungan dipandang hal ini wajar bila dilakukan oleh pria. Disamping sisi, hal
ini mempengaruhi mental wanita yang takut untuk menyatakan cinta terlebih
dahulu.
Sebagai
kesimpulan akhir melihat fenomena atau kebiasaan yang ada di masyarakat yang
khususnya popular di kalangan remaja,
sebenarnya tindakan yang dilakukan adalah bentuk pilihan dari sebuah kebiasaan
dalam masyarakat. Dapat dikatakan, hal ini adalah salah satu bentuk “budaya”
yang berkembang di masyarakat yang terus di lestarikan di masyarakat. Kendati demikian,
bila hal ini dibalik kiranya bukan hal yang salah ataupun buruk dalam
penafsirannya. Perlu disadari, norma dan nilai yang berkembang di masyarakat sebenarnya
relative atau terbatas pada pemahaman
seorang individu dalam masyarakat.
Dengan memahami
persamaan hak, kendati dalam memulai sebuah hubungan pernyataan cinta (menembak)
dilakukan wanita duluan kiranya adalah sebuah bentuk variasi dalam tindakan
seseorang. Sangat disesalkan memang, jika wanita yang mengawali hubungan
mendapat anggapan tidak layak atau kurang pantas. Poin penting yang harus di
mengerti adalah budaya maupun kebiasaan masyarakat mempengaruhi anggapan yang
dilakukan seseorang. Sehingga pada akhirnya yang muncul adalah anggapan pantas-tidak
ataupun baik-buruk dalam menanggapi fenomena ini.
Ada sisi
menarik di lirik band Vierra yang popular di Indonesia tahun 2011 berjudul “Terlalu Lama”
dalam mengangkat ke-eksistensi-an
kaum wanita. Kiranya hal ini perlu di acungi jempol bawasanya mereka menekankan
bahwa, wanita dapat memulai sebuah hubungan terlebih dulu. Di bagian liriknya mengatakan, “…Hari ini ku akan mengatakan cinta,
menyatakan cinta. Aku tak mau menunggu terlalu lama, terlalu lama. Sadarkah
kau, ku adalah wanita, aku tak mungkin memulai…” Sebagai kesimpulan akhir, bila
seorang wanita menyatakan / mengungkapkan yang akrab di dengar “I love you” (aku cinta kamu) lebih awal
dibandingkan pria bukanlah sebuah problem
yang terus dipelihara di masyarakat.
…******
Referensi Terkait
Usman, Sunyoto., Sosiologi Sejarah,
Teori dan Metodologi, Penerbit CIRED, Yogyakarta, 2004.
Jones, Pip., Pengantar Teori-Teori
Sosial, Penerbit Yayasan Obor Indonesia Jakarta, 2009.
George Ritzer and Douglas J., Goodman, Teori Sosiologi, Penerbit Kreasi Wacana, Bantul, Yogyakarta, 2010.
Rabu, 16 November 2011
Dampak Kerugian Tindak Korupsi
Dampak Kerugian Tindak Korupsi
Oleh: Koko Wijayanto[1]
Universitas Gadjah Mada
SEPERTI yang dapat diketahui bersama, beberapa pekan
belakangan media masa gencar membincangkan korupsi. Perlu diketahui, beberapa
dampak dari tindakan korupsi menyebabkan kerugian yang nyaris tak terhitung
jumlahnya di dalam negara. Ringkasnya, kerugian yang diakibatkan oleh
bentuk-bentuk korupsi sangatlah merugikan baik di negara maupun kalangan
masyarakat pada umumnya.
Indonesia
dikenal dengan negeri yang kaya akan sumber daya alamnya. Namun ironis melihat
nasib bangsa ini, pasalnya rakyat negeri yang pernah dikenal dengan macan Asia tengah
dalam kondisi yang memprihatinkan. Melihat realitas kekayaan alam Indonesia, diantaranya
memiliki tambang emas terbesar di dunia. Meninjau hasil bumi PT. Freeport
Indonesia yang dapat mencapai hingga 7,3 juta ons tembaga dan 724,7 juta ons
emas sungguh nilai yang istimewa tentunya. Berdampingan dengan itu, negeri yang
dilewati garis khatulistiwa ini juga mempunyai cadangan gas alam terbesar Blok
Natuna 202 triliun kaki kubik. Namun sayang hasil pengolahan minyak dan gas tersebut
jatuh pada tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Dapat diperkirakan
kebocoran penerimaan negara dari minyak dan gas selama rentang waktu tahun 2000-2007
mencapai lebih dari Rp 230 triliun. (Semiloka , Indonesian Youth Summit, FiISIPOL
Universitas Gadjah Mada, Senin, 24/10/2011)
Lantas
siapa yang mengantongi pemasukan bangsa ini?
Berbanding
dengan kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia, dapat dikatakan ironis
memang bangsa ini. Dapat ditemukan, sarana prasarana yang ada di masyarakat
mengalami kerusakan atau dapat dibilang kurang layak lagi digunakan. Seperti
halnya jalan maupun invrastruktur umum yang rusak. Berseberangan dengan itu,
sebagian masyarakat Indonesia masih dalam kondisi yang kurang sejahtera dalam segi
pendidikan hingga kesehatan. Menurut Badan Penelitian Statistik (BPS) per Maret
2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah 30,02 juta jiwa (12,49% dari
penduduk yang telah terdata sejumlah 237.556.363 jiwa). Perlu dipahami, salah
satu pendorong angka kemiskinan di Indonesia ini adalah dampak dari tindakan
korupsi. Dengan maraknya tindak pidana korupsi, parameter kemiskinan negara
kiranya akan terus membumbung tinggi. Jika dirata-rata hutang Indonesia sebesar
Rp 1.744 Triliun bila dibagi dengan jumlah penduduk yang ada kira-kira 7 juta
perkepala. (Sumber: DJPU Agustus 2011)
Hal
ini diperparah dengan menjamurnya korupsi di tingkat kesehatan. Ketua Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) berusaha menunjukkan angka kematian bayi di Indonesia
tahun 2010 mencapai 31 berbanding 1.000 kelahiran. Berdekatan dengan itu, angka
kematian Ibu melahirkan tertinggi di ASEAN, hingga saat ini mencapai 228
berbanding 100.000 proses kelahiran. (IX
DPR RI, 4/2/2010) Disinyalir, hal ini
dikarenakan minimnya sarana prasarana dalam proses kelahirannya dan juga
kurangnya beberapa alat medis yang memenuhi standart
operasional.
Berbeda
dengan itu, korupsi telah menjangkit sektor kehutanan yang nyaris tidak bisa
diprediksi kerugian pada negara dari praktek illegal loging. Bentuk illegal
loging yang ada di Indonesia masih dapat ditemukan subur di beberapa daerah,
yang pada perjalanannya meninggalkan dampak kerusakan lingkungan alam liar yang
parah. Bahkan cukong atau penebang hutan liar nyaris tidak tersentuh oleh
tangan-tangan aparat. Dari luasnya kerusakan hutan yang di akibatkan penebangan
hutan secara liar, PBB pada tahun 2007 meramalkan hutan di Sumatera dan
Kalimantan akan punah tahun 2022. Perlu disesalkan, illegal loging terjadi di 37 dari 41 hutan lindung di Indonesia. (Sumber: Facebook Indonesian Corruption Watch)
Kenapa
Korupsi Membuat Orang Menderita?
Lembaga pemerintah seperti DPR kembali disorot, posisi strategis
disinilah yang menjadi tonggak aspirasi masyarakat. Sangat disayangkan jika
senjata yang digunakan untuk melindungi masyarakat justru ikut bermain dalam
lingkaran setan. Hal ini jelas menjadi “tantangan” tersendiri duduk dalam
posisi strategis yang demikian. Global
Coruption Barometer (GCB) merilis, tahun 2003-2010 tidak menemukan dampak
perubahan yang berarti dalam kasus korupsi dari tahun ke tahun. Tambah lagi, sektor
politik dan sektor penegak hukum masih menjadi persoalan yang harus dibenahi.
Dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan:
Tahun
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
2003
|
Pengadilan
|
Partai Politik
|
Utilitis
|
Polisi
|
2004
|
Partai Politik
|
Parlemen
|
Bea Cukai
|
Pengadilan
|
2005
|
Partai Politik
|
Parlemen
|
Polisi
|
Bea Cukai
|
2006
|
Parlemen
|
Polisi
|
Pengadilan
|
Partai Politik
|
2007
|
Polisi
|
Parlemen
|
Pengadilan
|
Partai Politik
|
2008
|
Pengadilan
|
Polisi
|
Parlemen
|
Partai Politik
|
2009
|
Parlemen
|
Pengadilan
|
Pel. Publik
|
Partai Politik
|
2010
|
Parlemen
|
Partai Politik
|
Polisi
|
Pengadilan
|
Sumber: Transparency.org
Data
tersebut juga diperkuat dengan hasil survai yang dilakukan Lembaga Survai
Indonesia (LSI) pada tahun 2010. Survai integritas penegak hukum memperoleh
hasil yang kurang memuaskan. Persoalannya penegak hukum dapat disuap dengan
mudahnya. Coba cermati hasil data disamping:
Dari statistik yang dapat memberi
gambaran atas fenomena yang terjadi, potensi kerugian negara dari beberapa
kasus tindak pidana korupsi tahun 2000 hingga pada tahun 2010 dapat
diperkirakan,
AREA
|
TOTAL
|
KETERANGAN
|
Pendidikan
|
204.290.102.725
|
Pengadaan Barang dan Jasa
|
Kesehatan
|
113.496.000.000
|
Pengadaan Barang dan Jasa
|
Infrastruktur
|
597.570.000.000
|
Pengadaan Barang dan Jasa
|
Kehutanan
|
2.349.449.790.118
|
Pengalihan Fungsi Lahan
|
Migas
|
40.119. 594. 452.426
|
Cost Recovery , Lifting
|
Keuangan Daerah
|
1.397.353.386.417
|
Penyelewengan Anggaran, PBJ
|
Perbankan
|
1.849.128.000.000
|
Penyalahgunaan Wewenang
|
Sumber: Presentasi Ketua KPK Busyro Muqoddas
di Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) 11 April 2011
Sungguh malang nasib
bangsa ini, akan selamanya dalam kondisi terpuruk atau dapat berubah kearah yang
lebih baik kedepannya. Amat disayangkan jika negeri yang juga dikenal dengan zambrud
khatulistiwa ini terpuruk dalam segi ekonomi maupun kesejahteraan rakyatnya.
Oleh sebab itu, layak kiranya Indonesia saat ini menyandang nama negeri yang
sedang sakit. Pasalnya dengan sumber daya alam yang melimpah Indonesia masih
dalam keterpurukan, ibarat ayam yang kelaparan di lumbung beras.
Selain menunjukkan
gagalnya pemerintahan dalam segi pemanfaatan sumber daya alam yang kurang
maksimal dalam menyejahterakan rakyatnya, beberapa penanganan yang mutahir
layaknya dapat menjadi modal untuk membangkitkan pergerakan bangsa ini menjadi
lebih baik. Tegasnya, penanganan ini harus dijalankan secara serius. Atas dasar
pertimbangan itu maka tahapan yang mustinya dilaksanakan di awal adalah melawan
segala jenis tindak korupsi. Jikalau dalam militer modal senjata yang digunakan
untuk berjuang adalah pluru, dalam perang melawan keterpurukan kali ini senjata
yang tepat digunakan adalah “kejujuran”.
Sebagai kesimpulan akhir, langkah yang harus
ditempuh guna menanggulangi keterpurukan ini ialah menjunjung tinggi
kepentingan bersama. Dalam artian, kepentingan bukan mengutamakan kepentingan
kelompok pribadi, terlebih untuk diri sendiri. Dengan kata lain, yang jauh
lebih penting adalah mengutamakan kepentingan bersama. Andai kata hal yang
demikian dapat dihindarkan setelah
melihat dampak yang sangat memprihatinkan. Niscaya bangsa ini akan dapat
membuka pintu yang lebih baik untuk melangkah kedepan nantinya.
Langganan:
Postingan (Atom)