Bunga untuk Ulang Tahun Ibu
Oleh: Koko Wijayanto
Universitas Gadjah Mada
Di sore hari usai hujan gerimis,
Seorang dermawan ingin pergi ke salah satu tempat penjual bunga di sudut kota. Dermawan
ini bernama Ahmad, ia ingin membeli bunga guna diberikan kepada rekan kerjanya
yang sukses mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Bunga tersebut nantinya di
berikan pada rekannya sebagai simbol ucapan selamat atas kesuksesan kenaikan
jabatan di perusahaan.
Sesampainya di depan toko bunga, ia melihat
anak kecil yang di usir dari toko bunga oleh penjual bunga. Ia tidak sanggup
melerai pertikaian antara anak kecil dengan penjual toko bunga tersebut karena
pada saat bersamaan Ahmad sedang memarkir mobil yang dikendarainya di seberang
jalan. Ahmad begitu jelas melihat kejadian itu dari sudut tempat ia menyetir, begitu
tak berdayanya anak kecil yang berusaha membeli bunga dengan uang yang kurang
di sakunya. Terdengar oleh Ahmad tidak begitu keras dari kejauhan, anak kecil
tersebut mencoba menawar harga bunga dengan modal uang yang kurang. Namun tanpa
belas kasihan penjual bunga mendorong anak kecil tersebut keluar dari toko
bunga.
Penjual Bunga :
“Hey! Kamu tidak memiliki cukup uang
untuk membeli bunga ini. Pergi sana!
Anak Kecil : “Tapi pak, bunga ini untuk kado ulang tahun Ibu ku.” Bersi keras
anak kecil ini ngeyel kepada penjual bunga.
Tanpa merasa kasihan penjual bunga
tetap mengusir anak kecil ini menjauh dari toko bunga yang ia jaga. Ahmad
merasa iba melihat kejadian itu, dan mencoba mendekati anak yang kira-kira
masih berumur 10 tahun itu. Setelah menyeberang jalan, Ahmad mendekati anak kecil
yang mengenakan kaos warna putih yang tampak setengah basah usai terguyur hujan
grimis memikul kayu yang digunakannya mainan. Setelah dekat dengan anak kecil tersebut Ahmad berkata,
Ahmad :
“Hei nak, Siapa nama mu?”
Dengan jawaban kaku anak kecil
tersebut menjawab, “Nama ku Okta om.”
Ahmad :
“kenapa kamu bersedih?”, saut Ahmad pada anak kecil itu.
Okta menjawab, “aku ingin bunga yang nantinya ingin kuberikan Ibu.”
Ahmad bertanya lagi pada Okta, “Untuk apa bunga itu, nak?”
Okta :
“Ini hari Ulang tahun Ibu ku, dan aku
tidak cukup uang untuk membeli setangkai bunga yang nantinya ingin kuberikan Ibuku sebagai kado ulang tahunnya.” ujar Okta menjelaskan alasan ingin
membeli bunga.
Dengan rasa kasihan melihat anak
kecil itu, Ahmad pun berniat ingin membantu anak kecil yang saat itu matanya
berkaca-kaca memendam kesedihan.
“Sungguh malangnya aku
tidak sanggup membeli setangkai bunga untuk Ibu ku di hari ulang tahunnya.” Ucap Okta dengan memandang toko
bunga dengan memendam kesedihan.
Tidak lama setelah itu, Ahmad berkata
pada Okta, “Nak, biar om yang belikan
kado untuk Ibu mu.” Dengan harapan anak kecil dan Ibunya bahagia menerima
hadiah dari Ahmad. Anak kecil tersebut seakan langsung bersorak kegirangan, “Bener om?!! Trimakasih banyak ya om... Apa
yang harus aku lakukan untuk membalas kebaikan om?” dengan gembira
memandang Ahmad yang mencoba merangkul dia kembali masuk ketoko bunga. Ahmad
berkata pada Okta, “Tidak harus berbuat
apa-apa, ini hanya hadiah untuk mu dan Ibu mu.”
Lagi-lagi Okta berhadapan dengan
penjual bunga di toko, ekspresi kemarahan pun masih terpancar di wajah penjual
bunga yang masih jengkel dengan kelakuan Okta sebelumnya.
“Hey, anak kecil!! Kenapa
kamu kembali ke toko ini?!” dengan suara lantang ujar penjual bunga. Okta pun tersentak kaget
mendengar ucapan penjual bunga itu. Belum sempat anak kecil ini menjawab Ahmad berkata,
“Anak kecil ini ingin membeli bunga, dan
nanti saya yang akan membayarnya pak.” Sejenak penjual bunga terdiam dan
berusaha menutupi amarahnya. Setelah itu Ahmad berkata pada Okta, “Kamu boleh memilih bunga mana saja yang
kamu suka nak, nanti biar om yang membayarnya.”
Dengan menahan rasa senang, terpancar
rasa gembira di wajah Okta, Okta langsung bergegas memilih bunga yang menurut
dia cocok dengan Ibunya. Ahmad pun juga memilih bunga yang ingin diberikan pada
rekan kerjanya. Setelah selesai membeli bunga untuk rekan dan kado ulang tahun
Ibu Okta, Ahmad berkata pada Okta,
Ahmad : “Gimana kalau
om antar kamu ketempat Ibu mu?”
Okta : “Jangan om, om masih
berdandan rapi, bersih, wangi, nanti om kotor. Aku dari keluarga miskin om.”
Ahmad : “Tidak apa-apa,
om cuma ingin melihat betapa bahagianya Ibu mu menerima bunga dari anak kesayangannya.”
Sejenak anak kecil itu terdiam dan
berkata,
Okta : “Bener gak pa pa om?
Ntar takutnya baju om kotor ketempat Ibu ku.”
Ahmad :
“Iya, gak pa pa, ini om juga baru pulang
dari kantor. Jadi nanti kalau kotor ada istri om yang bantu cuci baju. Mari
berangkat sekarang.”
Keluar dari toko
bunga mereka berdua menyeberangi jalan menuju mobil yang diparkir di seberang
jalan. Ahmad dan Okta masuk dalam mobil dan bergegas berangkat menuju ketempat
tujuan. Setelah berjalan tidak lama dengan arahan anak kecil tersebut sampailah mereka
berdua di pemakaman. Ahmad merasa heran, dan berkata di dalam hati, “apakah
rumah anak kecil ini dekat dengan kuburan?” Ahmad saat itu juga melihat ada
sebuah perkampungan kecil yang jalannya tidak cukup dilalui dengan mobil, yang
pada akhirnya Ahmad memutuskan untuk parkir di depan pemakaman.
Bergegas mereka berdua turun dari
mobil, dan mencoba menyusuri jalanan paving yang membelah pemakaman menuju
perkampungan kecil tersebut. Dengan tiba-tiba Okta berbelok kearah salah satu
maisan di dekat jalan yang dilalui. Sesampainya di maisan, Okta berkata, “Ini om, Ibu ku. Sejak lahir ku belum pernah
melihat Ibu ku secara langsung, Beliau meninggal karna melahirkan ku, kata Ayah, Ibu ku meninggal karena banyak mengeluarkan darah setelah melahirkan ku. Dan
bunga ini ku berikan untuk Ibu ku yang istirahat jauh disana. Pasti Ibu sangat
senang melihat bunga pemberian dari om. Sekali lagi, terimakasih ya om.”
Tersentak Ahmad kaget dan tak kuasa meneteskan
air mata. Ia telah melihat seorang anak kecil yang begitu berbakti kepada
Ibunya meski sudah berada di liang kubur. Dengan berat hati disertai rasa kagum
pada anak ini. Ahmad bergegas pergi untuk menjenguk Ibunya di kampung halaman.
Ahmad ingin sekali memeluk Ibunya yang saat itu masih hidup. Ahmad berkata pada
dirinya, “Begitu beruntungnya aku masih memiliki seorang Ibu.”…
…***
THE END
nica...
BalasHapusSaya telah membaca kisah ini dengan judul Bunga Mawar Untuk Ibu, sayang buku e-book Motivation itu tidak bisa saya buka lagi karena beberapa filenya kena virus jadi saya tidak bisa membacanya lagi.... sebuah kisah inspiratif, sekarang diadaftasi menjadi kisah ini ya? Aku harus bilang apa?
BalasHapuso'ya?
BalasHapusWina: kisah ni d dasarkn pada training di wonosalam beberapa tahun lalu, kiranya tahun 2006/2007.
saya mncoba mngingat n mnulisknnya kmbli, mungkin halnya kisah ini tidak sama, tapi prlu d ketahui bnyak versi yg mncrtkn dgn pola yg hmpir sma dgn ini. Kendati demikian, dapat dkatakan kisah ini sebatas mnjadi kisah motivasi.
thanks for coment...